PENGELOLAAN INFORMASI INSTITUTIONAL REPOSITORY 
MENGGUNAKAN APLIKASI OPEN SOURCE DSPACE

Pendahuluan 
Dalam pengembangan koleksinya, Perguruan Tinggi dituntut untuk mengembangkan koleksi karya ilmiahnya melalui Intitutional Repository (IR). Institutional Repository merujuk kesebuah kegiatan untuk mengumpulkan menjadi satu, mendokumentasikan koleksi digital yang merupakan hasil karya ilmiah baik berupa skripsi, tesis, disertasi, dll.
Pada topik ini, memberikan penekanan pada konsep “institutional” atau kelembagaan dikarenakan untuk menunjukkan bahwa materi digital yang dihimpun memiliki keterkaitan erat dengan lembaga penciptanya.[1] Khusus istilah Institutional repository (IR) berkembang seiring munculnya istilah perpustakaan digital pada awal tahun 1990-an yang merujuk pada kegiatan menghimpun dan melestarikan koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu. Program atau perangkat lunak yang menghimpun database untuk pertama kali oleh e-print yang dikembangkan oleh University Southampton di Inggris. Dengan e-print, beberapa Universitas di Inggris mulai mengembangkan sebuah sistem terbuka yang mengandalkan inisiatif para ilmuwan untuk secara pribadi menempatkan karya-karya mereka di IR (Simpanan Kelembagaan), kegiatan tersebut kemudian dikenal dengan istilah “Self-archiving”.
Institutional Repository dalam kaitannya dengan kegiatan menghimpun dan melestarikan koleksi digital sebuah lembaga harus benar-benar dikelola dengan baik, matang dan terencana. Mengingat kebutuhan informasi dari para pemustaka semakin hari semakin terus meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perpustakaan harus memikirkan penambahan bahan informasi alternatif. Salah satu bahan informasi alternatif tersebut adalah bahan pustaka kelabu (grey literature). Pada Perguruan Tinggi, grey literature adalah karya ilmiah umumnya berupa kertas karya, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian serta publikasi. Setiap institusi/lembaga di Indonesia boleh membangun dan mengembangkan sistem repositori, namun hal terpenting adalah bersinergi untuk mengintegrasikan akses informasi digital antar-lembaga dan meningkatkan kualitas hasil karya/publikasi ilmiah nasional. Lebih luas lagi repositori berkontribusi meningkatkan webometrik repositori lembaga di database.
Perguruan Tinggi dalam mengembangkan repositori menggunakan perangkat lunak open source dengan beberapa pilihan. Secara global menurut data DOAR  Perangkat lunak paling banyak diminati tanggal 20 Oktober 2018 adalah perangkat lunak Open Source Dspace, yang dapat di download bebas dengan alamat nya adalah .http://www.dspace.org/ Tentunya disetiap perangkat lunak open source ada sisi kelemahan dan kelebihannya. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai penggunaan perangkat lunak Dspace dalam pengelolaan Intitutional Research. Perangkat lunak Open Source Dspace adalah aplikasi perpustakaan digital yang dikembangakan pada tahun 2002 dengan kerja sama antara Massachusetts Institute of Technology (MIT) Libraries dan Hawlett-Packard (HP) dengan rilis perangkat lunak pertama versi 1.0. Proyek ini bermula pada tahun 2000, HP memberikan dana sebesar 1,8 milliar dolar selama 2 tahun untuk membangun arsip digital untuk MIT yang telah mengelola 10.000 artikel yang dihasilkan setiap bulan oleh pengarang di MIT. Selanjutnya pada tahun 2007, terbentuklah Dspace foundation sebagai organisasi non-profit untuk memberikan dukungan kepada komunitas-komunitas yang mucul dari intitusi-institusi yang menggunakan aplikasi Dspace.
Dspace merupakan aplikasi opensource dengan lisensi Berkeley Software Distribution (BSD) yang dikembangkan dengan tujuan untuk digunakan dalam mengelola content digital atau digital repositori. Dalam hal ini yang dimaksud dengan mengelola content digital adalah mengumpulkan, mengatur, mengindeks, dan mendistribusikan koleksi digital. Dspace mendukung Open Archives Initiative-Protocol for Metadata Harvesting (OAI-PMH) sehingga dapat digunakan untuk menyimpan dan memungkinkan untuk dapat diakses secara terbuka. Standar metadata yang digunakan pada Dspace adalah dublin core sehingga dapat digunakan untuk pertukaran metadata secara otomatis. Selain itu, aplikasi ini juga dapat digunakan untuk mengelola berbagai macam konten digital seperti teks, gambar, gambar bergerak, MPEG, dan perangkat data.
Dspace membutuhkan beberapa progam atau aplikasi tambahan untuk menjalankan aplikasi ini. Progam tambahan itu adalah Oracle Java JDK (Java Development Kit), Apache Maven 2.2.x (Java build tool), Apache Ant 1.7 or later (Java build tool), Servlet Engine: (Apache Tomcat 5.5 or 6, Jetty, Caucho Resin or equivalent) dan PostgreSQL / Oracle Database. Oracle Java JDK digunakan untuk bahasa pemrogaman pada Dspace yang membuat coding menjadi lebih mudah dan rapi. Sedangkan Apache Maven dan Apache Ant digunakan untuk merakit aplikasi.
Dspace yang membuat kustomisasi tampilan Dspace menjadi lebih fleksibel untuk disesuaikan dengan keinginan atau kebutuhan pengguna. Lalu Seylet Engine tomcat digunakan untuk menjanalakan Dpace sebagai pengguna dan Jetty atau Caucho Resin digunakan untuk konfigurasi dalam pengkodean UTF-8 secara default.
Kemudian bagaimana pengelolaan Informasi Intitutional Repository (IR) dengan menggunakan Open Source DSpace dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan perangkat lunak Open Source DSpace dalam pengelolaan Informasi Institutional Repository (IR). Untuklah tulisan ini dimaksudkan untuk mengulas program DSpace sebagai salah satu perangkat lunak dalam mengelola informasi ataupun karya tulis yang dihasilkan sebuah intitusi.

Proses Pemilihan Sebuah Software Berbasis Open Source dalam Pengelolaan IR
Sebuah Institusi dalam mengelola Institutional Repository (IR) pasti mempunyai latar belakang yang mendasari dalam pengambilan keputtusan tersebut. Hal tersebut biasanya dibutuhkan suatu Model. Dalam pemilihan sebuah Software tentu saja memerlukan Model yang dianggap sesuai dengan keadaan, kemampuan sebuah Institusi yang akan menerapkan System tersebut. Model tersebut tentunya dapat dijadikan percontohan dimana terdapat unsur-unsur yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru. Dalam mengambil suatu keputusan tersebut tidak lepas dari beberapa proses yang berurutan dan memerlukan penerapan model secara tepat dan benar. Sehingga dapat dirumuskan pentingnya model di dalam proses pengambilan keputusan[2] adalah sebagai berikut :
a.    Sebuah model harus dapat digunakan untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada relevansi/hubungan terhadap masalah yang akan diselesaikan.
b.    Sebuah model harus dapat digunakan untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur tersebut.
c.    Dapat dihunakan untuk merumuskan sebuah hipotesis tentang hakikat hubungan-hubungan antar variabel. Biasanya hubungan ini dinyatakan dalam bentuk matematika.
d.   Dapat digunakan dalam memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
Dalam melakukan proses pengambilan keputusan ada beberapa teori yang mendasari antara lain :
a.    Teori Efrain Turban yang menyatakan bahwa dalam proses pengambilan keputusan ada empat tahapan penting antara lain : kecerdasan, desain, pilihan, dan implementasi. [3]Tahap intelijen menyelidiki keterlibatan lingkungan, baik bersifat sementara atau terus menerus.
b.    George R. Terry : Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Dengan tahapan dalam pengambilan keputusan menurut G. R. Terry sebagai berikut[4] :
1.      Merumuskan problem yang dihadapi
2.      Menganalisa problem tersebut
3.      Menetapkan sejumlah alternatif
4.      Mengevaluasi alternatif
5.      Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan
c.    James A. F. Stoner : Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Menentukan penyebab masalah dengan cara sebagai berikut [5]:
-          Tentukan masalah, 
-          Diagnosis penyebab,
-          Menguji penyebabnya,
-          Mengembangkan Alternatif,
-          Mencari alternatif yang kreatif dan tidak buru -buru mengevaluasi Evaluasi Alternatif dan Pemilihan alternatif yang Baik
-          Evaluasi alternatif,
-          Pilih alternatif terbaik melaksanakan keputusan dan mengadakan tindak lanjut.
-          Antisipasi masalah potensial
-          Menggunakan tindakan preventif 
-          “Set up” tindakan kontigensi
d.      Sondang P. Siagian : pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat. Membagi fungsi-fungsi manajemen menjadi [6]:
·      Perencanaan (planning)
·      Pengorganisasian (organizing)
·      Pemberian motivasi (motivating)
·      Pengawasan (controlling)
·      Penilaian (evaluating)

e.    Claude S. Goerge, Jr : Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif
f.     Horold dan Cyril Odonnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Sebagian besar masalah dalam pengambilan keputusan tidak terstruktur adalah ketidakpastian, inkonsistensi, multi-kriteria keputusan, dan keputusan ketidakstabilan.

 Pengelolaan Informasi
Communication Management Plan atau yang disebut Pengelolaan Informasi adalah suatu proses yang diambil pada tahap manajemen dalam sebuah organisasi, sebelum organisasi tersebut memutuskan dalam bentuk komunikasi apa yang baik untuk dilakukan.
Pengertian dari informasi adalah data yang sudah diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat keputusan yang tepat.[7] Informasi sangat berguna dalam membuat keputusan karena informasi dapat menambah pengetahuan atau sebaliknya mengurangi ketidakpastian dan informasi menjadi sangat penting karena bagi para pengelola dapat mengetahui kondisi secara obyektif pengetahuan tersebut. Informasi tersebut merupakan hasil dari pengolahan data maupun fakta yang dikumpulkan dengan metode atau cara-cara tertentu. Dan informasi dapat diidentifikasikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi penerima atau pengelola yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan.[8]
Sebuah organisasi atau instansi pasti mempunyai suatu rencana yang menjadi satu-satunya alat yang dapat memperbaiki kinerja alur informasi dan saat disadari bahwa informasi yang ada tidak bisa didapatkan tepat pada waktunya. Informasi dari hasil pemrosesan dan pengorganisasian dari sekelompok data yang mempunyai sebuah nilai pengetahuan bagi penerimanya untuk digunakan sebagai pengambilan keputusan. Dari sebuah data yang diolah dan kejadian-kejadian nyata yang sering terjadi menjadi bentuk kesatuan obyek seperti informasi tempat, benda, dan informasi data seseorang yang betul-betul terjadi.
Setelah berbagai informasi didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah memilah informasi tersebut dan mengambil informasi yang dianggap aktual, terpercaya, akurat dan up to date. Sehingga informasi yang kurang penting dan tidak dibutuhkan dapat disisihkan. Jadi, pengolahan dapat diambil beberapa tahap yaitu : pengumpulan data (mencari informasi), memilah informasi menyimpan informasi, mengambil kembali untuk diolah menjadi informasi yang baru, dan mempresentasikannya dan membagikan informasi tersebut kepada khalayak.

Institutional Repository (IR)
Repositori institusi yang biasa dikenal dengan IR pasti sudah umum bagi pengelola perpustakaan perguruan tinggi. Langkah startegis yang diambil universitas dengan mempertahankan relevansinya dalam masyarakat yang berbasis teknologi informasi yaitu Institutional Repository. Repositori dapat menjadi bagian dari sistem penerbitan dan publikasi bersifat open access yang dihasilkan sivitas akademik seperti skripsi, tesis, disertasi, karya dosen, prosiding, bahan ajar dan lain-lain.
Kata repositori (simpanan) sama populernya dengan kata akses, hal tersebut menunjukkan betapa konsep perpustakaan digital merupakan keberlanjutan tradisi yang sudah mengakar dalam kepustakawan secara universal. Sedangkan istilah Institutional Repository (IR) merujuk sebuah kegiatan menghimpun dan melestarikan koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu. Penekanan yang diberikan pada konsep “institutional” atau kelembagaan adalah untuk menunjukkan bahwa materi digital yang dihimpun memiliki keterkaitan erat sekali dengan Lembaga penciptanya.[9]
Institutional Repository menjadi bagian dari sistem penerbitan dan publikasi universitas yang bersifat terbuka bagi sivitas akademika. Repositori merupakan tempat pertama bagi penulis untuk menampilkan karya dan profil yang memiliki mafaat pada instansi mereka, dan ke seluruh dunia secara luas.[10]
Upaya untuk menampilkan karya yang dihasilkan oleh sivitas akademik sebenarnya termasuk cara untuk membuka akses bagi pihak luar agar dapat juga memanfaatkan karya sebagai pengembangan ilmu pengetahuan mereka.
Kegiatan open access dalam beberapa tahun terakhir sangat meningkat sejalan dengan perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang memudahkan akses pencarian. Ketersediaaan informasi ilmiah yang dikemas dalam bentuk artikel dipublikasi secara komersial mulai bersaing dengan jurnal open access tersebut. Salah satu pilihan yang sering digunakan untuk akses terbuka karya ilmiah pada sebuah instansi dengan menempatkan pada digital repositori yang disediakan baik secara kelembagaan (institutional repository) atau berdasarkan subjek/ilmu pengetahuan (subject-based repository).
Beberapa keuntungan ketika sebuah institutional repository menerapkan sistem open acesss.[11]Yaitu pertama, menyediakan sistem yang terintegrasi sehingga memudahkan akses dan memfasilitasi pertukaran ilmu pengetahuan dan yang kedua menjadikan karya ilmiah dapat diakses seluruh pengguna di dunia. Hal ini merupakan langkah strategi yang meningkatkan jumlah situasi dan reputasi institusi.
Untuk lemabaga pendidikan, termasuk bahan-bahan seperti artikel jurnal akademis, baik sebelum (pracetak) dan sesudah cetak (postprints) menjalani peer review, serta versi digital dari tesis dan disertasi. Hal ini juga dapat mencakup asset digital lainnya yang dihasilkan oleh akademis, seperti dokumen administrasi, catatan atau materi belajar. Koleksi dalam bentuk digital yang tersimpan dalam repository institusi ini dapat dimanfaatkan kembali untuk menunjang kegiatan akademik dan penelitian. Adapun manfaat repository institusi adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengumpulkan karya ilmiah-intelektual sivitas akademika dalam satu lokasi agar dapat dengan mudah ditemukan kembali bail melalui  mesin pencari ataupun dengan google
b.      Menyediakan akses terbuka terhadap karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas akademika dan mengjangkau khalayak lebih luas lagi dengan tempat dan waktu yang tak terbatas
c.       Untuk meningkatkan dari karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan oleh sivitas akademika
d.      Untuk mempromosikan karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan oleh sivitas akademika
e.       Sebagai etalase dan tempat penyimpanan yang aman untuk hasil penelitian dari sivitas akademika
f.       Menyediakan URL jangka panjang bagi karya ilmiah-intelektual hasil penelitian hasil penelitian dari sivitas akademika
g.      Apabila terjadi plagiasi terhadap karya ilmiah-intelektual yang dipublish di Repositori Institusi akan mudah diketahui dan ditemukan
h.      Menghubungkan publikasi sivitas akademika/peneliti pada halaman web mereka baik dari web personal dosen atau web peneliti
Hal-hal yang disiapkan dalam pengelolaan Repositori
a.       Studi Banding (Benchmarking)
Studi banding sangat perlu dilakukan, karena tujuannya agar kita dapat mengetahui bagaimana kondisi repository institusi yang dimiliki oleh pihak lain. Kemudian kita mengevaluasi kondisi internal repository institusi yang kita miliki. Dalam manajemen tindakan mempelajari situasi eksternal dan internal dikenal sebagai analisis SWOT. Dengan metode perencanaan strategis yang digunakan kita dapat mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunieties), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisni. Sasaran Benchmarking adalah perpustakaan yang telah mempunyai repository institusi yang sudah mapan. Bisa dilakukan dengan jalan berkunjung ke perpustakaan yang repositorinya sudah eksis atau dengan jalan mempelajari portalnya melalui akses online. Dari hasil Benchmarking dan analisis SWOT akan dapat ditentukan strategi perencanaan seperti apa yang akan diambil untuk mengembangkan repository yang dicita-citakan.
b.      Sumber daya manusia sebagai pengelola informasi repository
Mengelola dan mengembangkan repository institusi sangat diperlukan tenaga yang kompeten baik di bidang IT dan kepustakawanan, serta terampil secara teknis dan non teknis. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan terus menerus untuk menjaga performa dan hati melalui training-team building, olahraga bersama, outbond, serta pembinaan rohani. Dari pembinaan tersebut diharapkan staf perpustakaan amaupun pustakawan akan selalu siap menghadapi apapun, terdapat chemistry antar staf dan pustakawan, dapat menjaga komitmen untuk mngelola dan mengembangkan repository institusi. Maka dari itu ntuk mengelola dan mengembangkan sistem repository perlu sumberdaya manusia dengan kualifikasi sebagi berikut :
1)      Pustakawan
Tenaga pustakwan sebagai tenaga yang mampu mendeskripsikan, menganalisis subjek dokumen, mengklasifikasi dan lainnya untuk keperluan temu kembali dokumen yang tersimpan di Repositori Institusi. Pustakawan juga dapat bertindak sebagai analis sistem. Kualifikasi pendidikan yang diperlukan D3 dan S1 bidang ilmu perpustakaan.
2)      Tenaga teknis untuk pemrosesan data
Tenaga yang mampu untuk melakukan alih bentuk/media serta pengolahan data lanjutan pasca alih media (seperti watermark, viewer dan proteksi) dan melakukan entry data serta unggah karya ilmiah-intelektual ke dalam sistem. Dengan kata lain tenaga teknis lebih terfokus pada pekerjaan yang sifatnya teknis dalam pengolahan bahan yang akan diunggah dan akan diterbitkan (publish) kedalam sistem. Kualifikasi tidak harus pustakawan, namun tenaga administrasi, D1 ilmu computer, atau siswa/mahasiswa yang magang/ tenaga praktek kerja.
3)      Tenaga teknologi informasi
Tenaga teknologi informasi yang dimaksud adalah tenaga yang mempunyai kemampuan tentang pemograman (hardware dan software). Tugasnya untuk mengelola sekaligus mengembangkan sistem sesuai kebutuhan repsitori institusi, sekalipun perangkat lunaknya berasal dari opensource. Disamping itu ada tugas lain yang tidak kalah penting yaitu: merawat sistem dari gangguan teknis yang terjadi sewaktu-waktu; melakukan backup data secara periodik untuk menghindari kehilangan data akibat suatu hal yang tidak terduga; memperbaiki dan merawat computer dan alat kerja yang digunakan tenaga pustakawan dan tenaga teknis untuk pemrosesan data. Minimal ada 2 orang tenaga, satu orang untuk hardware dan satu orang untuk software.
c.       Perangkat keras dan lunak (hardware, software dan jaringan dll)
Membangun sistem repository institusi tidak akan terlepas dari kebutuhan yang disebut perangkat keras dan lunak. Kebutuhan minimal akan perangkat keras dan lunak harus tersedia jika ingin membangun dan mengembangkannya, seperti :
1)      Komputer server
Seperti diketahui computer merupakan alat utama untuk melakukan pemrosesan data. Ada implementasi diperlukan sebuah komputer yang berfungsi sebagai server repositori institusi sekaligus tempat menyimpan informasi muatan lokal yang sudah dialih bentuk. Oleh karena itu, komputer server harus mempunyai spesifikasi yang bagus dan handal, sehingga ketika diakses oleh pemustaka tidak menimbulkan masalah. Adapun kualitas server yang perlu diperhatikan meliputi:
Processor
Merupakan otak atau bagian inti yang menjadi tumpuan selama proses komputasi di dalam sistem
Memory
Merupakan media penyimpanan sementara data-data selama proses komputasi di dalam sistem berlangsung
Hardisk (media penyimpanan)
Merupakan komponen yang utama, oleh sebab itu sebaiknya gunakan yang mempunyai kapasitas besar agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang[12]
2)      Alat Bantu alih media
Koleksi dalam bentuk tercetak dialihkan dalam bentuk digital, untuk itu diperlukan perangkat bantu berupa hardware dan software. Minimal perangkat yang dibutuhkan:
Hardware
Scanner (untuk memindai dokumen tercetak dalam bentuk digital); Audio/Video Converter (mengkonversi dokumen dalam bentuk audio visual seperti kaset, tape, audio compact disk ke dalam bentuk multimedia mp3, mpeg atau mp4); Microfilm Converter (untuk mengkonversi dokumen dalam bentuk microfilm, microfische, slide ke dalam bentuk digital
Software
Aplikasi pengolahan dokumen Adobe Acrobat PDF/ Office atau sejenisnya sesuai dengan format koleksi; aplikasi pengolah gambar atau foto Adobe Photoshop atau lainnya; aplikasi pengolah audio dan video
3)      Jaringan Internet
Komputer server repository institusi harus senantiasa terhubung dengan jaringan internet sepanjan 24 jam. Harus stabil terhaadap pasokan listrik untuk menjamin pengakses informasi yang disimpan di repositori institusi. Repository institusi juga harus dilengkapi security system agar tidak mudah diganggu atau bahkan dibobol pihak yang tidak beranggung jawan apalagi sampai bernia buruk terhadap keberadaan repository institusi. Pasokan kebutuhan koneksi internet harus mencukupi dengan jumlah akses setiap harinya. Hal ini juga terkait dengan bentuk dokumen digital yang rata-rata memiliki ukuran kapasitas besar, akan dapat menghabiskan bandwith jika jumlah pengunjungannya sangat banyak. Oleh karena itu dalam kondisi seperti ini bila perpustakaan bertindak sebagai pengelola repository institusi harus koordinasi dengan unit pelaksana teknis pusat computer atau lembaga sejenis.
d.      Prosedur dan dukungan pimpinan
Membangun dan mengembangkan repositori institusi bukanlah suatu kegiatan yang mudah. Banyak sekali tantangan yang dihadapi termasuk sivitas akademika dari berbagai unsur staf pengajar maupun mahasiswa, khusunya dalam mengumpulkan karya ilmiahmya. Oleh karena itu diperlukan peraturan standard an kebijakan atau Surat Keputusan Pimpinan Institusi sebagai alat atau penguat Perpustakaan untuk mewujudkan repositori institusi. Dengan SK pimpinan tersebut maka staf maupun pustakawan tidak perlu khawatir terjadi benturan kebijakan ketiaka proses menghimpun koleksi. Kegiatan dari membangun dari repositori institusi menjadi kegiatan yang besar dan harus mendapat dukungan penuh dari pihak pimpinan institusi (rector), mengingat tidak hanya koleksi terbaru yang akan diunggah dan diterbitkan di repositori institusi namun koleksi lama juga harus diterbitkan juga. Hal ini akan membutuhkan waktu tambahan untuk mengerjakannya di luar jam kerja, sesuai target yang ditetapkan (misalkan pertahun 3000 judul), tentunya dalam hal ini dibutuhkan biaya lembur sesusai dengan ketersedian jam kerja staf yang terlibat. Prosedur operasional yang lain agar antara perpustakaan sebagai lembaga yang mendapat tugas membangun repositori institusi dengan sivitas akademika yang menyerahkan karya ilmiahnya tidak akan timbul permasalahan, khususnya tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Pihak Perpustakaan harus menyiapkan perjanjian yang jelas sewaktu proses serah terima dokumen karya ilmiah-intelektual atau pihak ketiga yang merasa dirugikan tidak dapat menuntut pihak perpustakaan jika ada pelanggaran HAKI atau plagiasi dalam hal unggah dan penerbitan karya ilmiah-intelektual di Repositori institusi.
e.       Manajemen informasi muatan lokal
Kekuatan utama dari repositori instiusi terletak pada informasi muatan lokal yang diunggah dan diterbitkan ke dalam repositori. Karena informasi muatan lokal sifatnya khas, khususnya hanya dimiliki oleh institusi yang mengembangkan repositori. Informasi tersebut tidak akan ditemukan di tempat lain dan informasi inilah yang akan menjadi magnit bagi pemustaka yang ingin mengakses repositori institusi. Umumnya informasi muatan lokal di lingkungan perguruan tinggi berupa : tugas akhir/skripsi (undergraduate thesis), tesis (master thesis), disertasi (PhD thesis), laporan penelitian (research report), artikel ilmiah (scientific articles), pidato ilmiah (scientific oration), pidato pengukuhan guru besar (inauguration speech), paper dan presentasi (paper and presenation), prosiding (proceeding), jurnal (journal), publikasi (publication), buku (books), bahan kursus/pelatihan (course material), bahan diskusi (discussion material), bahan belajar jarak jauh (distance learning), literaur abu-abu (grey litarature), gambar/foto (image), multimedia, warisan masa lalu (heritage), kliping (clipping). Dalam penentuan jenis karya ilmiah-intelektual ini, peran pustakawan sangat dibutuhkan. Selain pengelompokan karya ilmiah-intelektual berdasarkan jenisnya, karya-karya tersebut dapat juga digolongkan berdasarkan apa yang disebut sebagai ‘university competency based.’ Penggolongan jenis tersebut biasanya terjadi di perguruan tinggi berbasis riset.

Open Source dan Open Access
1.    Open Source
Open Source (sistem terbuka) adalah sistem pengembangan yang tidak diolah oleh suatu lembaga atau individu, akan tetapi oleh pelaku yang bekerja sama dalam memanfaatkan kode sumber yang besar dan tersedia bebas dengan menggunakan akses internet.
Setiap orang dapat menggunakan suatu program yang berlabel open source secara gratis. Bahkan jika program tersebut masih terasa kurang dan memerlukan fitur tambahan, maka siapapun yang menggunakannya dapat memodifikasi serta ikut berkontribusi membuat program tersebut menjadi lebih baik lagi. Jadi sebuah sistem operasi maupun perangkat lunak yang menggunakan lisensi open source pastinya selalu membebaskan pengguna atau pengelolanya berkreasi agar lebih baik lagi tanpa adanya intervensi untuk mengubah, mengutak-atik sesuka hati, atau menambah bagian dari program open source yang memiliki kesalahan, akan tetapi pengelola tersebut harus bertanggung jawab dan tidak asal-asalan dalam melakukan modifikasi sistem tersebut.
Berikut beberapa kelebihan Open Source, diantara lain yaitu :
a.         Penggunaan yang bebas
Dalam mengembangkan sistem pengguna sistem dapat dengan bebas mempelajari kode sumber dari suatu perangkat lunak. aplikasi open source juga membebaskan penggunanya untuk berkreasi sebebasnya sama halnya memahami kode sumbernya. Open source sangat membebaskan dalam modifikasi, mendistribusi, serta mengedit ulang dan lain sebagainya.
b.        Legal (tidak melanggar hak cipta)
Jika memakai perangkat lunak yang berlisensi open source kemudian memodifikasi dan mendistribusi maka sah-sah saja atau legal.
c.         Tidak bajakan
Semua pengguna bebas menggunakan dan memodifikasi aplikasi open source. Artinya tidak ada yang bajakan, semua asli dan dapat dimodifikasi secara gratis.
Sedangkan terdapat pula kekurangan dalam penggunaan aplikasi open source, meski gratis dan dapat dimodifikasi secara bebas, nyatanya perangkat lunak yang berlisensi open source mempunyai sedikit kekurangan, berikut salah satu kekurangan perangkat lunak, yaitu Tanpa dukungan dana dan dukungan dalam pemasaran. Biasanya perangkat lunak yang berbayar pasti memiliki perusahaan, yang pasti juga memiliki dukungan dana dari perusahaan. Lain jika menggunakan aplikasi open source, mereka tidak memiliki bantuan dukungan dana, apalagi dukungan pemasaran.
2.    Open Access
Open accesss (OA) yang diterjemahkan sebagai akses bebas merupakan istilah yang terkait pada pemakaian teknologi digital dan akses ke sumber informasi ilmiah dalam bentuk digital. Media internet dan pembuatan artikel jurnal secara digital telah memungkinkan perluasan dan kemudahan akses dan kenyataan inilah yang melahirkan OA, istilah ini tepatnya disebut gerakan Open Access Movement.[13]
Istilah OA merujuk pada inisiatif yang menghadirkan sebuah pola komunikasi ilmiah yang dapat mendukung penyebaran ilmu pengetahuan secara efektif dan efesien. Sadar akan perlunya OA bermula dari kondisi yang dirasakan bersama oleh masyarakat terutama bidang akademisi tentang kenaikan harga langganan jurnal yang luar biasa. Di negara maju bahkan membatalkan berlanggan pada jurnal online sedangkan di negara berkembang banyak perpustakaan perguruan tinggi yang belum atau tidak mampu melanggannya. Keuntungan dari open access yang utama adalah meningkatkan asset, penelitian dan sumber belajar yang beragam serta berkualitas.
OA juga merupakan cara menghilangkan atau mengurangi aspek komersial dari nilai ekonomi sautu informasi. Dengan akses terbuka tersebut diharapkan karya digital berupa jurnal elektronik yang disediakan dapat digunakan oleh masyarakat secara Cuma-Cuma melalui teknologi informasi. Kemudahan dan keluasan akses terhadap informasi yang gratis atau tanpa bayar cash diterbitkan secara elektronik melalui jaringan internet tanpa hambatan atau larangan dari pihak tertentu.
OA atau akses bebas selalu berkaitan dengan dua hal pertama keberadaan teknologi digital dan kedua akses artikel jurnal ilmiah dalam bentuk elektronik atau digital. Ketersediaan akses internet akan memudahkan akses jurnal dan gratis (free of change) serta terbatas dari semua ikatan atau hak cipta dan lisensi, artinya perpustakaan dapat mendistribusikan sebuah pengetahuan ilmiah yang dilahirkan Lembaga khusus untuk membentuk sebuah institutional repository dengan memberikan akses bebas kepada siapapun dan dimanapun sesuai dengan kebijakan yang dimiliki masing-masing perpustakaan.[14]
Terdapat sebuah laporan yang disusun oleh Archambault, Caruso, and Nicol (2014) memaparkan berbagai hasil studi terkait dengan kekuatan dan kelemahan OA yang dilaporkan adalah:
a.       Kurangnya kesiagaan terhadap OA
Pendukung OA kelihatannya masih kurang berhasil menyakinkan para ilmuwan dan peneliti akan pentingnya OA. Beberapa hasil survey jelas menunjukkan bahwa tingkat kesiagaan dan pengetahuan peneliti mengenai OA masih terhitung rendah. Kesiagaan ini penting karena berdampak secara langsung pada jumlah deposit yang masuk di repository atau jurnal OA.
b.      Kualitas Artikel OA
Berkaitan dengan tidak adanya proses peer review ataupun jika ada pelaksanaannya dianggap seadanya, terutama untuk artikel jurnal ilmiah yang diunggah di repositori. Beberapa model peer review telah dicoba. Seperti contoh open peer review atau ResearchGate yang dimana penulis mengetahui orang yang mereview artikelnya.
c.       Prestis
Jurnal OA dianggap kurang mempunyai prestige dibandingkan jurnal komersial. Tentu saja hal ini terjadi karena jurnal komersial yang telah lama malang melintang di dunia penerbitan hingga memiliki reputasi, bahkan penerbitannya telah menciptakan sistem metrik yang diadopsi oleh perguruan tinggi, pemerintah, perguruan tinggi, dan para ilmuwan sebagai standar kualitas jurnal serta penilaian hasil penelitian.
d.      Penerbit Pemangsa
Dampak yang terdapat dari model pembiayaan ‘gold’ OA yang mewajibkan penulis membayar biaya penerbitan artikel, Article Processing Cost (APC), telah membuka peluang munculnya biasa disebut penerbit pemangsa. OA telah diekploitasi oleh penerbit pemangsa untuk mendapatkan keuntungan dari penulis yang kurang berpengalaman dengan menciptakan jurnal yang berkualitas rendah. Sesungguhnya hal seperti ini juga telah lama menjadi masalah dalam dunia penerbitan ilmiah. Penerbitan seperti ini biasa disebut ‘Vanity Publishing’.
e.       Hak Cipta
Richard Poynder, 2017 dalam artikelnya menganggap persoalan ini sebagai masalah besar yang diremehkan oleh para pendukung OA. Model dari perlindungan hak cipta yang jadi pilihan pendukung OA, yaitu Creative Commons, kelihatannya tidak dapat melindungi para penulis secara maksimal dari pihak lain yang ingin menarik keuntungan dari karya mereka. Persoalan hak cipta disebabkan karena tidak adanya kesepakatan diantara berbagai pihak mengenai definisi OA sendiri.
f.       Pembayaran Bagi Penulis
Pembebanan biaya pengolahan karya ilmiah bagi penulis tentu saja memberatkan terutama bagi mereka yang berasal dari negara berkembang yang dimana dana riset tidak mudah didapatkan dan jumlahnya tidak sebesar di negara maju.
Aplikasi DSpace
Pada tahun 2000 Massachusets of Technology’s (MIT) berkolaborasi dengan Hewlett-Packard mengembangkan DSpace, sebuah Software open source yang d desain untuk memfasilitasii penyimpanan digital dan mengakses serta berbagi materi arsip. Software ini diperkenalkan pada tahun 2001 dan beberapa universitas lain menjadi anggotanya yaitu Cambridge dan Universitas of Maryland. Selanjutnya akan berkembang juga berbagai software dari institutional repository lama yang berbasis disiplin ilmu.
DSpace singkatan dari DuraSpace adalah perangkat lunak sesuai untuk keperluan akademis, organisasi non-profit maupun kepentingan organisasi komersial yang membangun repository. Sebuah aplikasi open source yang cukup lengkap dan memungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan lembaga, mampu mengkoordinir seluruh jenis konten digital termasuk teks, gambar, video, mpegs, dan data sets seperti yang dijelaskan dalam website DSpace “DSpace is the software of choice for academic, non-profit, and commercial organizations building open digital repositories. It is free and easy to install “out of the box” and completely customizable to fit the needs of any organization. DSpace perserves and enables easy and open access to all types of digital content incuilding text, images, moving images, mpegs and data sets. And with an ever-growing community of developers, commited to continuously expanding and improving the software, each DSpace installation benefits from the next.
DSpace digunakan untuk pengelolaan konten digital termasuk mengumpulkan, mengelola, mengindeks dan mendistribusikannya. DSpace dapat diperoleh secara gratis melalui dspace.org. program ini mudah diinstal dan digunakan serta dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna.
DSpace membutuhkan beberapa program atau aplikasi tambahan untuk melanjutkan aplikasi ini. Program tambahan itu adalah Oracle Java JDK (Java Development Kit), Apache maven 2.2x ( Java Build Tool), Apache Ant 1.7 or later (Java build tool), servlet engine: (Apache tomcat 5.5 or 6 jetty, caocho resin or equivalent) dan PostgreSQL/Oracle Database. Oracle Java JDK digunakan untuk bahasa pemograman pada aplikasi DSpace yang membuat coding menjadi lebih mudah dan rapi. Sedangkan apche maven dan apache ant digunakan untuk merakit aplikasi DSpace yang membuat kutomisasi tampilan DSpace menjadi lebih fleksibel untuk disesuaikan dengan keinginan atau kebutuhan pengguna. Lalu seylet engine tomcat digunakan untuk menjalankan DSpace sebagai pengguna dan Jetty atau caucho res in digunakan untuk konfigurasi dalam pengkodean UTF-8 secara default. Selanjutnya ProstgreSQL/ oracle database digunakan untuk membangun database pada aplikasi DSpace.
DSpace memiliki situs resmi yang dapat dikunjungi yaitu http://www.dspace.org/ yang berisi tentang segala macam informasi aplikasi ini. Situs ini memberikan dokumentasi tentang aplikasi perpustakaan digital DSpace secara lengkap dan detail. Situs ini juga menyediakan video tutorial untuk memudahkan pengguna dalam memahami aplikasi. Selain itu DSpace dapat didownload secara gratis dan juga menyediakan hosting tapi berbayar untuk keperluan tempat penyimpanan data. Tidak hanya itu saja tetapi situs ini juga menyediakan forum diskusi untuk komunitas atau pengguna yang ingin membahas lebih lanjut tentang aplikasi DSpace.
DSpace memiliki banyak fitur dan keunggulan seperti: statistik, standar metadata Dublin Core, mendukung OAI-PMH (Open Archives Initiative-Protocol for Metadata Harvseting) yang dapat digunakan untuk pertukaran metadata secara otomatis, pengguna DSpace juga tersebar hampir di seluruh dunia dengan komunitas pengguna yang cukup besar sehingga memungkinkan dilakukannya berbagi atau sharing informasi sesama komunitas terutama dalam hal penggunaan maupun update sistem.
Fitur DSpace sebagai perangkat Lunak Manjemen Digital adalah sebagai berikut :
a.       Authentication : DSpace memungkinkan contributor untuk membatasi akses ke item DSpace sehingga mekanisme sistem pengguna aman.
b.      Authorization : DSpace menentukan tingkat akses tertentu terhadap pengguna, pengguna harus memiliki wewenang untuk menggunakan sumber daya yang dikendalikan oleh sistem, hal ini dilakukan untuk menjaga kebijakan akses kontrol terhadap sumber informasi.
c.       HTML Document Support : DSpace hanya mendukung uploud dan download file bitstream. Mekanisme ini baik sangat mendukung file – formats seperti PDF, Word document dan file lainnya.
d.      OAI-PMH Support: OAI-PMH (Open Archives Initiative-Protocol for Metadata Harvseting) sehingga dapat digunakan untuk menyimpan dan memungkinkan untuk dapat diakses secara terbuka. Standar metadata yang digunakan pada DSpace adalah Dublin core sehingga dapat digunakan untuk pertukaran metadata secara otomatis.
Dalam pemilihan sistem open source tentunya banyak pilihan yang disajikan, seperti Eprint, Dspace, Islandora, WEKO, dll. Adapun beberapa hal yang menjadi pertimbangan Perpustakaan dalam memilih Dspace antara lain :
a.         Fitur dan dukungan
b.        Berapa banyak pemakai Dspace
c.         Daftar service provider
d.        Fitur, terdapat fitur versioning of data (mencakup riwayat sebuah data, perubahan, penggantian, semuanya dapat direkam)
e.         Mudah dalam melakukan penyimpanan
f.         Nama besar pembangun perangkat lunak yaitu dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Libraries dan Hawlett-Packard (HP)
g.        Isu hak cipta yang membuat orang memilih aman
h.        Dapat dibandingkan kualitas layanannya dengan perangkat lunak berbayar.
Perangkat lunak yang digunakan adalah open source, ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan perangkat lunak open source. Open source adalah perangkat lunak yang menyediakan akses terbuka, yang dibuka adalah sumber kodenya, sehingga orang bisa dengan leluasa menggunakan dan memanfaatkan perangkat lunak tersebut. Tentu saja dengan open source ini, dapat juga diketahui kelemahan-kelemahan dan keuntungan dari perangkat lunak tersebut.
Beberapa keuntungan dan kelemahan dalam penggunaan Perangkat lunak open source DSpace antara lain [15] :
a.         Lisensi gratis, hemat biaya, hemat devisa, hemat waktu
b.        Jumlah user tak terbatas
c.         Aplikasi dapat digandakan
d.        Kode sumber program
e.         Terbuka, isinya dapat dilihat, dipelajari, dimodifikasi
f.         Mengurangi Tingkat pembajakan
g.        Open Source memungkinkan kita untuk mengembangkan perangkat lunak tersebut, sehingga menjadi kreatif.
Kelemahan perangkat lunak Open Source DSpace[16] :
a.         Apabila ketersediaan SDM di Intitusi anda kurang bisa memanfaatkan ketersediaan source code software open maka manfaatnya perangkat lunak tersebut menjadi sangat terbatas.
b.        Perangkat lunak open source tidak memberikan proteksi HAKI , meski kebanyakan orang menganggap bahwa open source perlu dijaga kerahasiaannya
c.         Untuk beberapa platform, tidak ada garansi limitasi modifikasi oleh orang-orang tertentu yang telah mengembangkannya.
d.        Kita akan sangat kesulitan memantau status dari perangkat lunak tersebut, terus dikembangkan atau stagnan hanya sampai disitu.
e.         Tidak ada garansi sejauh mana perangkat lunak itu dapat dikembangkan
f.         Limitasi modifikasi oleh orang – orang tertentu yang membuat atau memodifikasi sebelumnya. 
g.        Dapat menimbulkan resiko kurangnya diferensiasi antara satu perangkat lunak dengan yang lain, apabila kebetulan menggunakan beberapa Open Source yang sama.
Apabila dibuat dalam suatu tabel untuk memudahkan dalam melihat kelebihan dari sistem open source Dspace,[17]maka dapat dilihat dari tabel sebagai berikut  :
Tabel 1 
Kelebihan perangkat lunak Open Source Dspace

Dilihat dari
Fitur
Dspace
 Infrastrukturnya
Hosted
Ya
Instalasi Lokal
Ya
Dukungan Komunitas
Ya
Dublicore metadata
Ya
Open source
Ya
Konfigurasi admin
Ya
Tampilannya
Desain Tampilan
Ya
Desain Tampilan dapat disesuaikan
Ya
Pengawasan dan Kontrol Koleksi
Open access
Ya
Kontrol Akses
IP, user dan domain
Standar Tipe File (PDF, RTF, DOC, dll)
Ya
PDF Viewer
Tersedia
Creative Commor License
Ya
Temu Kembali Informasi
Terinterasi dengan Search Engine
Ya
Penelusuran Lanjutan detail
Ya
Fulltext indexing
Ya
Opsi penelusuran
Kategori, subyek, judul, tahun, pengarang, tipe koleksi
Terindeks di google scholar
Ya
Ekpor sitasi
CoinS
Perangkat Publikasi
Alur publikasi yang fleksibel
Terbatas
Impor data
Ya, impor bibliografi
Pelaporan
Pengelolaan (Editor)
Dapat ditambahkan
File yang diunduh
Ya
Integrasi Google Analytics
Dapat ditambahkan
Fitur Multimedia
Streaming
Dapat ditambahkan
Gambar
Ya
Slideshow
Dapat ditambahkan
Audio
Ya
Video
Ya
 Fitur Media Sosial
Share
Dapat ditambahkan
RSS
Ya
Bookmark
Ya
Simpan Hasil Penelusuran
Ya
Interoperabilitas
OAI-PMH
Ya
Otentifikasi
LDAP
Ya
Sistem Akun
Ya
Preservasi
Back Up
Ya, semua paket arsip
Perangkat format migrasi
Dapat diatur sesuai kebutuhan
LOCKSS
Dapat ditambahkan

Dari tabel-tabel diatas sebagai pertimbangan dari Perpustakaan dalam pemilihan perangkat lunak Dspace dalam pengelolaan informasi. Pemilihan tentunya berpihak kepada kebutuhan dari institusi itu sendiri. Kemampuan sumber daya manusia dan juga Ketersediaan Sarana prasarana menjadi kunci penentu pemilihan perangkat lunak Intitusional Repository Dspace tersebut. Kelemahan dari perangkat lunak Dspace juga dapat dilihat dari tabel sebagai berikut  :
Tabel 2
Kelemahan perangkat lunak Open Source Dspace

Fitur
Dspace
Kontrol Akses
IP, user dan domain
PDF Viewer
Tersedia
Opsi penelusuran
Kategori, subyek, judul, tahun, pengarang, tipe koleksi
Ekpor sitasi
CoinS
Alur publikasi yang fleksibel
Terbatas
Impor data
Ya, impor bilbiogafi
Streaming
Dapat ditambahkan
Bookmark
Tidak
Simpan Hasil Penelusuan
Tidak
Back Up
Ya, semua paket arsip
Perangkat format migrasi
Dapat diatur sesuai kebutuhan
LOCKSS
Dapat ditambahkan

Dari tabel diatas dapat kita lihat beberapa kelebihan dan kelemahan dari sistem open source Dspace dan beberapa fitur yang ada di Dspace dibutuhkan untuk keperluan saat ini, sehingga hal inilah yang menjadikan pemilihan Software open source Dspace di Perpustakaan dalam pengelolaan Intitutional Repository.
Dalam mengantisipasi resiko penggunaan software open source Dspace, perlu adanya antisipasi beberapa hal sebagai berikut :
a.    Mengadakan pelatihan terhadap SDM mengenai pemanfaatan source code dari perangkat lunak open source IR
b.    Memberikan pelatihan terhadap SDM untuk dapat mengeksplorasi dari perangkat lunak tersebut
c.    Karena kita kesulitan memantau apakah software tersebut terus dikembangkan atau stagnan, maka kita harus mengikuti perkembangan zaman, sehingga apabila perangkat lunak tersebut telah out off date, maka data tetap bisa dipindahkan.
d.   Karena tidak ada garansi bahwa software tersebut dapat dikembangkan, maka harus mempunyai improve terhadap kepeluan pengembangannya melalui sosial media seperti : Instagram, tweeter, Facebook, dsb.
e.    Harus punya backup data sehingga apabila server rusak, atau software ada gangguan maka backup data dapat mengatasi hal tersebut.
f.     Mengikuti perkembangan perangkat lunak open source Dspace apabila ada upgrade software.

Evaluasi Software Aplikasi Dspace
1.      Fitur-fitur pada Dspace
a.       Arsitektur Aplikasi
Dspace adalah aplikasi web full stack, terdiri dari database, storage manager dan front end web interface. Arsitekturnya mencakup model data spesifik dengan skema metadata yang dapat dikonfigurasi, alur kerja dan fungsi penelusuran
b.      RESTful Web UI
Salah satu web user interface yang akan hadir pada aplikasi Dspace versi 7.0
c.       Built-in search engine
Dspace dilengkapi dengan Apache Solr, sebuah platform pencarian perusahaan open source yang memungkinkan pencarian dan penelusuran difilter dari semua objek. Teks yang lengkap dari format file yang umum dapat dicari, beserta semua bidang metadata. Browse dengan interface juga dapat dikonfigurasi.
d.      Unlimited File Types
Dspace dapat menyimpan semua jenis file. Selain itu, otomatis mengenali file dengan format yang paling umum (seperti DOC, PDF, XLS, PPT, JPEG, MPEG, TIFF).
e.       Tools atau Plugins
Aplikasi Dspace hadir dengan seperangkat alat (batch ingest, batch, export, batch metadata editing). Dan plugin bagian untuk menterjemahkan konten ke objek Dspace. Selain itu, plugin komersial juga tersedia melalui penyedia layanan.
f.       Security
Aplikasi Dspace menyediakan sistem autentikasi/ sistem kepemilikan 9hak cipta), namun juga dapat terintegrasi dengan sistem autentikasi yang ada seperti LDAP atau Shibboleth
g.      Permission
Aplikasi Dspace ini dapat memungkinkan untuk mengobrol hak akses baca/ tulis di seluruh situs, tiap kelompok koleksi, tiap koleksi, tiap item dan tiap file-file. Memungkinkan juga untuk dapat mendelegasikan izin administrasi tiap komunitas atau tiap-tiap koleksi
h.      Disaster Recovery
Dspace memungkinkan untuk melakukan ekspor pada semua konten sistem yang dimiliki sebagai file cadangan AIP (Archival Information Packages). AIP ini dapat digunakan untuk memulihkan keseluruhan situs kita, atau memulihkan komunitas, koleksi, atau item individual
i.        OAI-PMH/SWORD (v1 and v2)/ OpenAIRE/Driver
Aplikasi Dspace mematuhi protokol standar dan praktik terbaik untuk akses, konsumsi, dan ekspor.
j.        Rest
Dspace menyediakan RESTful APIs sesuai dengan standar web modern
k.      Configurable Database
Dapat memilih PostgreSQL atau Oracle untuk database dimana DSpace mengelola item dan metadata
l.        Configurable file storage
File di DSpace dapat disimpan baik dengan menggunakan filesystem lokal atau solusi berbasis cloud, seperti Amazon S3.
m.    Data Integrity
Saat akan mengunggah, aplikasi DSpace menghitung dan menyimpan checksum untuk setiap file
n.      Language
Aplikasi DSpace menyediakan 20 bahasa dari berbagai Negara.

2.      User Interface
Evaluasi user interface bertujuan untuk mengetahui fungsi dari masing-masing elemen yang ada pada tampilan DSpace. Elemen yang dimaksud adalah tombol-tombol yang ada pada tampilan DSpace yang digunakan untuk masuk ke halaman lain.
Pada tampilan awal DSpace disediakan menu bahasa yang digunakan. Tersedia 20 bahasa yang disediakan dari berbagai Negara. Di sebelah kanan pilihan bahasa, juga terdapat elemen tombol login untuk diakses pengguna. Di bagian bawah terdapat fitur pencarian juga telah disediakan daftar penulis, judul, subjek, dan pencarian berdasarkan kelompok koleksi dan tahun terbitnya.
Pada tampilan sebelah kanan bagian bawah juga terdapat daftar pengarang, subjek dan tahun yang telah ditampilkan secara langsung pada tampilan awal DSpace.

3.      Metode dan akses temu kembali
Metode dan akses temu kembali yang dimaksud yaitu pada menu pencarian. Pada menu tersebut yang terletak pada bagian sebelah kanan tampilan DSpace. Terdapat berbagai metode yang disajikan secara langsung pada tampilan awal.
a.       Pencarian sederhana
Pada pencarian ini dapat dilihat pada menu field search. Dimana kita hanya mengisi kata kunci langsung yang kita inginkan dan hasil pencairannya mencakup semua kata dari setiap bagian (pengarang, subjek, judul dsb).
b.      Communities & collection
Pada pencarian yang dimaksud adalah kelompok koleksi terdapat dalam daftar yang ingin kita tuju koleksi bukunya.
c.       By Issue Date
Pencarian yang dilakukan berdasarkan tahun dan waktu terbit koleksinya
d.      Authors
Pada pencarian ini metode pencariannya berdasarkan nama pengarang.
e.       Titles
Pada pencarian ini metode pencarian berdasarkan kata kunci yang tertera di judul
f.       Subject
Metode pencarian berdasarkan subjek dari koleksi tersebut.
4.      Metadata
Yang dimaksud metadata adalah informasi terstruktur yang mendeskripsikan, menjelaskan, menemukan, atau setidaknya menjadikan suatu informasi yang mudah untuk ditemukan kembali, digunakan atau dikelola.
Metadata ini mengandung informasi mengenai isi dari suatu data yang dipakai untuk keperluan manajemen file/data itu nantinya dalam suatau basis data. Jika data tersebut dalam bentuk teks, metadatanya berupa keterangan mengenai nama ruas (field), panjang field, dan tipe fieldnya: integer, Character, date, dll. Untuk jenis gambar (image), metadata mengandung informasi mengenai siapa pemotretnya, kapan pemotretannya, dan setting kamera pada saat dilakukan pemotretan. Sedangkan untuk jenis data berupa kumpulan file, metadatanya adalah nama-nama file, tipe file, dan nama pengelola dari file-file tersebut.
Secara aplikasi bawaan (default), DSpace menggunakan skema metadata berbasis Qualifed Dublin Core (QDC). Institusi dapat memperluas skema dasar tersebut atau menambahkan skema seperti QDC yang biasa. DSpace dapat mengimpor atau mengekspor metadata dari skema metadata utama yang lainnya seperti MARC atau MODS.
Fungsi-fungsi metada adalah membuat sumber daya bisa ditemukan dengan menggunakan kriteria yang relevan; mengidentifikasi sumberdaya; mengelompokkan sumber daya yang serupa; membedakan sumber daya yang tak memiliki kesamaan; memberikan informasi lokasi. Sedangkan format metadata merupakan struktur data yang berisi hal-hal yang menjelaskan tentang sebuah file, informasi bibliografi atau data itu sendiri. Jenis metadata yang tersedia juga cukup  banyak dan bervariasi. Pertimbangan yang dipakai dalam memilih format metadata adalah memiliki kompatibilitas dengan sistem yang lain, untuk itu sebaiknya pilih format metadata yang standar dan banyak dipakai oleh berbagai sistem repository. Dengan memiliki metadata koleksi yang sama, maka sebuah sistem repositori akan mudah jika melakukan proses interoperability dengan sistem yang lain. Salah satu jenis metadata standar yang popular digunakan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia adalah Dublin Core metadata.
Metadata Dublin Core ini memiliki 15 elemen sebagai berikut:
1)      Title (judul) : judul utama dan juduk tambahan dari hasil karya ilmiah. Judul tambahan: alternative title dan short title
2)      Creator : Pembuat atau penulis karya ilmiah
3)      Contributor : pihak yang terlibat membantu hasil penciptaan sebuah karya ilmiah
4)      Subject : pokok bahasan sumber informasi karya ilmiah; tambahan: keyword, call number
5)      Identifier : nomor induk yang digunakan mengidentifikasi karya ilmiah
6)      Description : menggambarkan isi karya ilmiah missal: abstrak, daftar isi atau uraian; tambahan : alternative description
7)      Publisher : badan atau lembaga yang mempublikasikan karya ilmiah
8)      Date : tanggal penciptaan karya ilmiah
9)      Type : jenis karya ilmiah
10)  Format : bentuk fisik sumber informasi, format ukuran, durasi dan sumber informasi
11)  Source : rujukan ke sumber asal dari suatu karya ilmiah
12)  Language : bahasa intelektual yang digunakan oleh karya ilmiah
13)  Relation : hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi yang lain
14)  Coverage : cakupan isi ditunjau dari segi geografis atau periode waktu dari sebuah karya ilmiah
15)  Right : pemilik hak cipta karya ilmiah yang biasanya ditampilkan dalam bentuk pernyataan

Kesimpulan
Institusional Repository adalah kumpulan dari karya ilmiah yang mencakup Skripsi, Tesis, Tugas Akhir, Prosiding, dll. Dimana pada saat sekarang ini Perpustakaan dalam pengelolaan Intitutional Repositorynya menggunakan perangkat lunak open source Dspace. Ada beberapa kelebihan dari Sistem Open Source Dspace dalam pengelolaanya sebagai pertimbangan pemilihan perangkat lunak tersebut. Kelebihan dari Dspace tersebut antara lain dapat mengakomodasi kebutuhan yang dapat dilihat dari Tabel 1 mengenai kelebihan penggunaan perangkat lunak Open Source Dspace. Sedangkan beberapa kelemahan dalam penggunaan perangkat lunak open source Dspace telah diantisipasi dengan beberapa langkah yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
a.    Mengadakan pelatihan terhadap SDM mengenai pemanfaatan source code dari perangkat lunak open source IR
b.    Memberikan pelatihan terhadap SDM untuk dapat mengeksplorasi dari perangkat lunak tersebut
c.    Karena kita kesulitan memantau apakah perangkat lunak tersebut terus dikembangkan atau stagnan, maka kita harus mengikuti perkembangan zaman, sehingga apabila perangkat lunak tersebut telah out off date, maka data tetap bisa dipindahkan.
d.   Karena tidak ada garansi bahwa perangkat lunak tersebut dapat dikembangkan, maka harus mempunyai improve terhadap kepeluan pengembangannya melalui sosial media seperti: Instagram, tweeter, Facebook, dsb.
e.    Harus punya backup data sehingga apabila server rusak, atau perangkat lunak ada gangguan maka backup data dapat mengatasi hal tersebut.
f.     Mengikuti perkembangan perangkat lunak open source Dspace apabila ada upgrade perangkat lunak.



DAFTAR PUSTAKA

Azka Sullamul Fauzi, 2017. Software Aplikasi Perpustakaan Digital Open Source DSpace. Dalam http://www.academia.edu/36030908/SOFTWARE_APLIKASI
_PERPUSTAKAAN_DIGITAL_OPEN_SOURCE_DSPACE. Diakses hari Rabu, 16 Februari 2019 pukul 23.40 WIB.

Bodnar , George H. dan  William S. Hopwood. Sistem Informasi Akuntansi, Buku  Satu, Jakarta : Salemba Empat, 2000.

Efraim Turban, Jay E Aronson, Ting Ping Ling, “Decision Support System and Intelligent System”. Fifth Edition. Inev. New Jersey : Prentice Hall International, 2004.

Farida, Ida et. al.. “A Conceptual Model of Open Access Institutional Repository Academic Libraries : Viewed from Knowledge Management Perspective,” Library Management, Vol 36 Issue: 1/2 Tahun  2016.

Handoko T. Hani. Manajemen Edisi 2.Yogyakarta : BPFE UGM Yogyakarta , 1995.

Jean-Gabriel Bankier and Irene Perciali, “The Intitutional Repository Rediscovered: What Can a University Do for Open Access Publishing,” Serial Review, 34 (1), March 2008

Jogiyanto, HM. Analisis dan Desain Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis. Yogyakarta : Andi Offset, 1999.

Krishnamurthy M, “Open access, open source and digital libraries: A current trend in university libraries around the world.”Voll 42 Issue 1, 2008.

Madalli, Devika P, Sunita Barve, Saiful Amin. “Digital Preservation in Open-Source Digital Library Software.” The Journal of Academic Librarianship vol.38 No.3 Mei 2012

Magdalena, Hilyah, “Model Pengambilan Keputusan Untuk Memilih Software Berbasis Open Source untuk Aplikasi Digital Library Berbasis Web”, Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi, (2012).

Putu Laxman Pendit. Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta : Cita Karyakarsa Mandiri, 2008.

Schweik, Charles M, Robert C English. Internet Success A Study of Open Source Software Commons, London : The MIT Press, 2012

Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Jakarta : Gunung Agung, 1997.

Stoner, James A.F, R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert JB. Manajemen Jilid I. Jakarta : PT.Prenhallindo, 1995

Supriyanto, Wahyu, Ahmad Muhsin. Teknologi Informasi Perpustakaan.Yogyakarta : Kanisius, 2008






[1] Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digitan dari A sampai Z, (Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri, 2008), 137.
[2] Hilyah Magdalena, “model pengambilan keputusan untuk memilih software Berbasis open source untuk aplikasi digital library berbasis web”, Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi, (2012), 42
[3] Turban Efraim, Jay E Aronson, Ting Ping Ling, “Decision Support System and Intelligent System”. Fifth Edition, (Inev. New Jersey : Prentice Hall International, 2004), 36
                [4] T. Hani Handoko,  Manajemen Edisi 2, (Yogyakarta : BPFE UGM Yogyakarta , 1995),
[5] James A.F Stoner, R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert JB., Manajemen Jilid I,  (Jakarta
: PT.Prenhallindo, 1995)
[6]  Sondang P Siagian,  Filsafat Administrasi,(Jakarta :  Gunung Agung, Jakarta, 1997)
[7] George H. Bodnar dan William S. Hopwood, Sistem Informasi Akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), 1.
[8] HM Jogiyanto, Analisis dan Desain Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), 692.
[9] Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digitan dari A sampai Z, (Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri, 2008), 138.
   [10] Jean-Gabriel Bankier dan Irene Perciali, “The Intitutional Repository Rediscovered: What Can a University Do for Open Access Publishing”, Serial Review, Vol.34 No.1 (March 2008)
[11] Ida Farida et. al., “A Conceptual Model of Open Access Institutional Repository Academic Libraries: Viewed from Knowledge Management Perspective,” Library Management, Vol. 36 No. 1/2 (2016), 168-181.
[12] Nur Hasan, 2012
[13] Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital dari,192.
[14] Putu Laxman Pendit dalam Ratna Dwi Astuti, 2015, Implementasi kebijakan Open Access karya ilmiah Institutional Repository perpustakaan perguruan Tinggi, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[16] Fauzi, “Kelebihan dan Kekurangan Software Open Source,” dahttp://uzi-online.blogspot.com/2013/04/kelebihan-kekurangan-software-open-source.html, diakses  21 Oktober 2018.
[17]Vincentius Wisya Iswara.”Implementasi Repository Institusi : Perbandingan aplikasi Open Source.” http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/779/jbptunikompp-gdl-fpptijawat-38905-1-implemen-i.pdf, didownload 21 Oktober 2018

Author

Personal blog of Fina, I just start what I wanted and I blog about poetry, article, all about library and writings my trip holiday. I hope you like it.

1 comment :

© Since 2015. The Journey by Fina Maulidina

Scroll to Top